[postlink]https://depokhamster.blogspot.com/2014/06/nenek-moyang-bangsa-korea-berasal-dari.html[/postlink]
EOC- Aneh tapi nyata. Namun inilah yang terjadi. Nenek moyang bangsa Korea berasal dari Pasemah (Lahat, Empatlawangg, dan Pagaralam). Untuk membuktikan hal ini, sejumlah peneliti dari Korea Selatan akan datang ke kawasan penemuan megalitikum yang berada di Lahat, Empatlawang dan Pagaralam. Mereka akan melakukan penelitian mengenai asal muasal nenek moyang bangsa Korea. “Mereka percaya berdasarkan penelitian mereka kalau asal usul nenek moyang orang Korea itu berasal dari Pasemah. Jadi direncanakan mereka datang dan lakukan penelitian,” jelas arkeolog dari Balai Arkeologi Palembang, Retno Purwanti.
Retno menegaskan, kedatangan peneliti asal Korea Selatan tersebut didampingi oleh Balai Arkeologi Pusat serta arkeolog Palembang. Selama melakukan penelitian, mereka selalu didampingi peneliti dari Indonesia.
“Mereka itu melakukan penelitian sendiri, membawa alat sendiri dan lengkap. Kita hanya berkoordinasi dengan pendampingan di lapangan. Kalau dana dari negara asing, tidak ada,” ujarnya. Peneliti asing menurutnya, selalu datang sejak zaman penjajahan Belanda hingga sekarang.
Retno mengungkapkan, penemuan megalitikum di tiga wilayah tersebut, mengindikasikan adanya Kerajaan Sriwijaya. Saat ini, pihak arkeolog tengah melakukan penelitian pada tempat tersebut berdasarkan tema bukan secara parsial Pasemah saja. Mereka meneliti wilayah tersebut sebelum dan sesudah kerajaan Sriwijaya. “Boleh jadi, masyarakat di Pasemah pada masa itu sudah memberikan kontribusi ekonomi berupa komoditi hutan dan kebun untuk Kerajaan Sriwijaya,” jelasnya.
Menurutnya, megalitikum yang ditemukan di Pasemah, sezaman dengan kerajaan Sriwijaya. Saat ini saja, budaya megalitikum masih cukup kental dan menjadi tradisi masyarakat setempat.
Butuh Dana Banyaknya penemuan megalitikum di Kabupaten Lahat, Empatlawang dan Kota Pagaralam beberapa waktu lalu perlu mendapatkan dukungan berbagai pihak. Penggalian, penelitian dan pemeliharaan memerlukan dana yang tidak sedikit.
Arkeolog dari Balai Arkeologi Palembang, Retno Purwanti menuturkan, dana yang dibutuhkan dalam satu kali penelitian yakni Rp 60 juta. “Itu untuk satu tim dalam jangka waktu 10 hari, semuanya sudah lengkap mulai dari upah penggali dan makan. Tapi tidak untuk uang menginap,” jelasnya saat diwawancarai Sripo. Dana tersebut juga belum termasuk untuk analisis laboratorium memperkirakan umur penemuan. Satu kali penelitian di laboratorium, dana yang dikeluarkan Rp 3 juta.
Oleh karena itu menurutnya, mereka bekerja sesuai dengan dana yang ada. Tidak benar, jika mereka tidak bekerja dan tidak memberikan perhatian pada setiap penemuan. “Sampai saat ini, kami tidak pernah menerima uang sepeserpun dari pemerintah setempat dimana ditemukannya megalitikum. Tidak hanya itu, Pemprov juga tidak pernah memberikan dana untuk kami,” tegasnya.
Retno menjelaskan, seharusnya pemerintah dan instansi terkait harus saling mendukung soal pendanaan. “Seharusnya pemerintah kabupaten dan kota serta provinsi malu dengan Provinsi Jambi yang memiliki dana khusus untuk penelitian, pemeliharaan dan penggalian. Di Riau serta Bangka Belitung, pemerintahnya support sekali untuk soal pendanaan,” ujarnya.
Arkeolog ini meminta pemerintah, agar tidak hanya datang saja saat ada penemuan baru agar diekspose di media massa. Seharusnya, mereka juga peduli untuk menganggarkan dana untuk penggalian, penelitian dan pemeliharaan. “Penemuan tempayan kubur itu sudah sejak dari tahun 1999 kita penelitiannya. Kenapa baru sekarang pemerintah setempat peduli,” ungkapnya.
Kalaupun Bupati, Gubernur atau Walikotanya mau menganggarkan, belum tentu dari DPRD Kota/Kabupaten dan Propinsi mau menyetujuinya. Anggota dewan mungkin akan berpikir, tidak manfaatnya dengan penemuan tersebut dan tidak bernilai ekonomis. Tidak hanya pemerinta saja yang seharusnya wajib memberikan dana, pihak swasta juga seharusnya dapat memberikan kontribusi. Retno mengungkapkan, baru PT Pusri saja yang pernah memberikan dana penelitian sebesar Rp 100 juta pada tahun 1996. Dana tersebut digunakan untuk penelitian kerajaan dan kraton di kawasan pabrik Pusri. “Dana tersebut cukup lumayan besar saat itu. Hasilnya berupa buku yang cukup tebal dari penelitian yang kami dapatkan,” ujarnya.
Terbesar Balai Arkeologi (Balar) Palembang, memperkirakan jika tanah Pasemah merupakan Komplek Megalit terbesar yang ada di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan telah ditemukannya puluhan jenis peninggalan pra sejarah di kawasan Kota Pagaralam, Kabupaten Lahat dan Kabupaten Empat Lawang.
Hal ini diungkapkan Ketua Tim Peneliti dan Ekskapasi Balai Arkeologi Palembang, Kristantina Indriastuti. Dari beberapa Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia Kawasan Pasemah paling banyak ditemukan benda-benda purbakala yang banyak baik dari jumlahnya juga jenisnya.
Namun dari sekitar 5.000 benda purbakala peningalan zaman Megalitik ada sekitar 1.500 situs tersebut yang sudah rusak. Kerusakan benda purbakala ini banyak disebabkan ulah tangan manusia dan faktor alam. Ada sekitar 20 persen kerusakan akibat faktor alam sekitar, dan 10 persen rusak akibat tangan manusia.
Bahkan ada tindakan yang lebih parah lagi di kawasan Kecamatan Jarai, batu Megalit dihancurkan untuk dijual untuk material bangunan seperti batu koral.
“Ada beberapa Megalit di kawasan Kecamatan Jarai yang sudah dipecah-pecah olah masyarakat dan dijadikan bahan untuk bangunan. Kondisi ini karena sebagain besar masyarakat tidak mengetahui apa nilai dari batu tersebut,” katanya.
Terpisah Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Pagaralam, Syafrudin, mengatakan, memang saat ini sudah melakukan pelestarian. Namun pihaknya juga mendapat kendala pembebasan lahan. Karena sebagian besar penemuan Megalit di Pagaralam berada di tanah warga.
Pihak Pemkot merencanakan pada tahun 2012 akan segera melakukan pembebasan lahan dimana terdapat Megalitnya. Karena jika mengacu pada UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Di sana diatur untuk pelestarian peninggalan bersejarah seperti megalitikum yang merupakan aset negara.
“Untuk itu saat ini pihak kita masih mengajukan surat tentang status peninggalan budaya yang ada di Pagaralam, apakah milik kabupaten kota atau milik negera. Namun sampai saat ini pihak kita masih belum memdapat surat balasan,” jelasnya.
EOC- Aneh tapi nyata. Namun inilah yang terjadi. Nenek moyang bangsa Korea berasal dari Pasemah (Lahat, Empatlawangg, dan Pagaralam). Untuk membuktikan hal ini, sejumlah peneliti dari Korea Selatan akan datang ke kawasan penemuan megalitikum yang berada di Lahat, Empatlawang dan Pagaralam. Mereka akan melakukan penelitian mengenai asal muasal nenek moyang bangsa Korea. “Mereka percaya berdasarkan penelitian mereka kalau asal usul nenek moyang orang Korea itu berasal dari Pasemah. Jadi direncanakan mereka datang dan lakukan penelitian,” jelas arkeolog dari Balai Arkeologi Palembang, Retno Purwanti.
Retno menegaskan, kedatangan peneliti asal Korea Selatan tersebut didampingi oleh Balai Arkeologi Pusat serta arkeolog Palembang. Selama melakukan penelitian, mereka selalu didampingi peneliti dari Indonesia.
“Mereka itu melakukan penelitian sendiri, membawa alat sendiri dan lengkap. Kita hanya berkoordinasi dengan pendampingan di lapangan. Kalau dana dari negara asing, tidak ada,” ujarnya. Peneliti asing menurutnya, selalu datang sejak zaman penjajahan Belanda hingga sekarang.
Retno mengungkapkan, penemuan megalitikum di tiga wilayah tersebut, mengindikasikan adanya Kerajaan Sriwijaya. Saat ini, pihak arkeolog tengah melakukan penelitian pada tempat tersebut berdasarkan tema bukan secara parsial Pasemah saja. Mereka meneliti wilayah tersebut sebelum dan sesudah kerajaan Sriwijaya. “Boleh jadi, masyarakat di Pasemah pada masa itu sudah memberikan kontribusi ekonomi berupa komoditi hutan dan kebun untuk Kerajaan Sriwijaya,” jelasnya.
Menurutnya, megalitikum yang ditemukan di Pasemah, sezaman dengan kerajaan Sriwijaya. Saat ini saja, budaya megalitikum masih cukup kental dan menjadi tradisi masyarakat setempat.
Butuh Dana Banyaknya penemuan megalitikum di Kabupaten Lahat, Empatlawang dan Kota Pagaralam beberapa waktu lalu perlu mendapatkan dukungan berbagai pihak. Penggalian, penelitian dan pemeliharaan memerlukan dana yang tidak sedikit.
Arkeolog dari Balai Arkeologi Palembang, Retno Purwanti menuturkan, dana yang dibutuhkan dalam satu kali penelitian yakni Rp 60 juta. “Itu untuk satu tim dalam jangka waktu 10 hari, semuanya sudah lengkap mulai dari upah penggali dan makan. Tapi tidak untuk uang menginap,” jelasnya saat diwawancarai Sripo. Dana tersebut juga belum termasuk untuk analisis laboratorium memperkirakan umur penemuan. Satu kali penelitian di laboratorium, dana yang dikeluarkan Rp 3 juta.
Oleh karena itu menurutnya, mereka bekerja sesuai dengan dana yang ada. Tidak benar, jika mereka tidak bekerja dan tidak memberikan perhatian pada setiap penemuan. “Sampai saat ini, kami tidak pernah menerima uang sepeserpun dari pemerintah setempat dimana ditemukannya megalitikum. Tidak hanya itu, Pemprov juga tidak pernah memberikan dana untuk kami,” tegasnya.
Retno menjelaskan, seharusnya pemerintah dan instansi terkait harus saling mendukung soal pendanaan. “Seharusnya pemerintah kabupaten dan kota serta provinsi malu dengan Provinsi Jambi yang memiliki dana khusus untuk penelitian, pemeliharaan dan penggalian. Di Riau serta Bangka Belitung, pemerintahnya support sekali untuk soal pendanaan,” ujarnya.
Arkeolog ini meminta pemerintah, agar tidak hanya datang saja saat ada penemuan baru agar diekspose di media massa. Seharusnya, mereka juga peduli untuk menganggarkan dana untuk penggalian, penelitian dan pemeliharaan. “Penemuan tempayan kubur itu sudah sejak dari tahun 1999 kita penelitiannya. Kenapa baru sekarang pemerintah setempat peduli,” ungkapnya.
Kalaupun Bupati, Gubernur atau Walikotanya mau menganggarkan, belum tentu dari DPRD Kota/Kabupaten dan Propinsi mau menyetujuinya. Anggota dewan mungkin akan berpikir, tidak manfaatnya dengan penemuan tersebut dan tidak bernilai ekonomis. Tidak hanya pemerinta saja yang seharusnya wajib memberikan dana, pihak swasta juga seharusnya dapat memberikan kontribusi. Retno mengungkapkan, baru PT Pusri saja yang pernah memberikan dana penelitian sebesar Rp 100 juta pada tahun 1996. Dana tersebut digunakan untuk penelitian kerajaan dan kraton di kawasan pabrik Pusri. “Dana tersebut cukup lumayan besar saat itu. Hasilnya berupa buku yang cukup tebal dari penelitian yang kami dapatkan,” ujarnya.
Terbesar Balai Arkeologi (Balar) Palembang, memperkirakan jika tanah Pasemah merupakan Komplek Megalit terbesar yang ada di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan telah ditemukannya puluhan jenis peninggalan pra sejarah di kawasan Kota Pagaralam, Kabupaten Lahat dan Kabupaten Empat Lawang.
Hal ini diungkapkan Ketua Tim Peneliti dan Ekskapasi Balai Arkeologi Palembang, Kristantina Indriastuti. Dari beberapa Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia Kawasan Pasemah paling banyak ditemukan benda-benda purbakala yang banyak baik dari jumlahnya juga jenisnya.
Namun dari sekitar 5.000 benda purbakala peningalan zaman Megalitik ada sekitar 1.500 situs tersebut yang sudah rusak. Kerusakan benda purbakala ini banyak disebabkan ulah tangan manusia dan faktor alam. Ada sekitar 20 persen kerusakan akibat faktor alam sekitar, dan 10 persen rusak akibat tangan manusia.
Bahkan ada tindakan yang lebih parah lagi di kawasan Kecamatan Jarai, batu Megalit dihancurkan untuk dijual untuk material bangunan seperti batu koral.
“Ada beberapa Megalit di kawasan Kecamatan Jarai yang sudah dipecah-pecah olah masyarakat dan dijadikan bahan untuk bangunan. Kondisi ini karena sebagain besar masyarakat tidak mengetahui apa nilai dari batu tersebut,” katanya.
Terpisah Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Pagaralam, Syafrudin, mengatakan, memang saat ini sudah melakukan pelestarian. Namun pihaknya juga mendapat kendala pembebasan lahan. Karena sebagian besar penemuan Megalit di Pagaralam berada di tanah warga.
Pihak Pemkot merencanakan pada tahun 2012 akan segera melakukan pembebasan lahan dimana terdapat Megalitnya. Karena jika mengacu pada UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Di sana diatur untuk pelestarian peninggalan bersejarah seperti megalitikum yang merupakan aset negara.
“Untuk itu saat ini pihak kita masih mengajukan surat tentang status peninggalan budaya yang ada di Pagaralam, apakah milik kabupaten kota atau milik negera. Namun sampai saat ini pihak kita masih belum memdapat surat balasan,” jelasnya.
0 komentar:
Posting Komentar